Seminar bulanan yang diadakan oleh Pusat Studi Wanita bada tanggal 1 Agustus dengan pembicara Drs. Soeprapto, S.U yang merupakan Staf Ahli PSW UGM sekaligus juga Dosen Sosiologi FISIPOL UGM
Dalam seminar kali ini : Pencapaian Pengarusutamaan Gender: Antara Peluang dan Tantangan”.
Dihadiri pula Dr. Widya Nayati, M.A; Drs. Ambar Tegus Sulistiyani, M.Si; Sri Natin S.H., S.U; Dr. Tri Winarni Soenarto Putri, beberapa Mahasiswa FISIPOL UGM
Drs. Soeprapto mengatakan sampai saat ini masih banyak yang belum memahami antara Gender dan Sexualitas, padahal Perjuangan kaum perempuan untuk sejajar dengan laki-laki sebetulnya sdh berlangsung lama, Alva telah menulis buku Women Two Roles (Alva, 1952), namun sampai kini masih ada kontradiksi tentang perjuangan kaum perempuan tsb.
Di Indonesia sendiri kita mengenal nama-nama : R.A. Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya Dien, Cut Mutia, Ny Ageng Serang, dan lain-lain. Di India ada Vandana shiva, dan masih banyak lagi.
Teori feminisme sseperti Mohanty menjadi salah satu teori feminisme yang dapat dijadikan acuan bagi pergerakan feminis. Mohanty menyatakan bahwa diskusi intelektual dan politik ttg feminisme di dunia ketiga di arahkan pada dua proyek simultan, yakni kritik internal hegemoni feminisme barat dan formulasi kepedulian dan strategi feminisme, otonomus, geografical, historis, dan budaya setempat.
Perjuangan kaum feminis di Indonesia dapat dikatakan berhasil, Keberhasilan gerakan feminis juga dapat dilihat dari komitmen pemerintah yg mendorong perempuan utk berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
Di tahun 1985, muncullah ide bahwa negara harus terlibat aktif, sehingga muncul Gender Mainstreaming atau PUG (Pengarusutamaan Gender). Kata kuncinya pada tahap ini Perempuan/gender hrs terlibat dlm perencn, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi Pembangunan.
Untuk PUG ada Inpres No 9 Tahun 2000, kemudian ada Permendagri No 67 Tahun 2011, dan lain-lain, sehingga pada tingkat nasional ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, di tingkat Propinsi ada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat.
Tantangan kultural dan struktural, meliputi adanya sejumlah masalah sosial yang dianggap tidak penting Tantangan eksternal antara lain berkaitan dengan Sistem sosial, Nilai-nilai budaya, Sikap laki-laki terhadap feminisme, kaum laki-laki yang menganggap bahwa perjuangan kaum perempuan akan menjadi pesaing, bukan pendamping laki-laki dalam kegiatan pembangunan.
Tantangan internalnya antara lain Sikap kaum perempuan yg beraliran keras, tdk sedikit kaum feminis yang beraliran keras memiliki harapan untuk dapat menyamai laki-laki dan jika perlu melapaui. Keadaan ini justru merugikan perempuan. Tantangan lain meliputi : Perempuan mengalami bias gender dalam setiap tahap kehidupan, Perempuan mengalami diskriminasi gender, hampir dalam semua aspek kehidupannya, menikmati hak menjalani kedepan secara penuh, Tantangan kelembagaan (SDM) dan sistem data yang belum terpilah.
swj