Komnas Perempuan Selenggarakan Webinar Peringati 37 Tahun Ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) di indonesia
Pada hari Jumat, 6 Agustus 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah menyelenggarakan Webinar bertajuk 37 Tahun Peringatan Ratifikasi CEDAW: Pemenuhan Hak Korban Pemerkosaan dalam Perspektif HAM Perempuan dalam rangka memperingati 37 tahun pengikatan diri Indonesia terhadap Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan tersebut. Acara ini berlangsung secara virtual via Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Komnas Perempuan. Tercatat, sebanyak 145 peserta hadir mengikuti acara yang berlangsung selama 3 jam tersebut.
Webinar ini dibuka dengan kata pengantar oleh Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan. Kemudian, dilanjutkan oleh Anjali Sen selaku perwakilan dari UNFPA Indonesia. Acara dipandu oleh Fajri Muslim selaku pewara, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sesi Webinar dibuka oleh Sonya Hellen Sinombor yang merupakan Jurnalis dari Harian Kompas, selaku Moderator. Pemaparan pertama tentang UN Special Report on Gender-Based Violence disampaikan oleh Renata Preturlan yang mewakili Miss Dubrovka Simonovic selaku UN Special Rapporteur on Gender-Based Violence. Dalam laporan tersebut, tercatat bahwa rape culture dan nilai-nilai patriarki masih menjadi faktor utama dari impunitas pelaku Pemerkosaan. Kemudian, dijelaskan pula mengenai model law dalam Laporan tersebut sebagai alat bagi pemangku kepentingan di Negara Peserta untuk melakukan harmonisasi dan perbaikan pada hukum Nasionalnya agar sejalan dengan prinsip-prinsip CEDAW.
Selanjutnya, pemaparan kedua diberikan oleh Theresia Sri Endras Iswarini, selaku Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Periode 2020-2024. Dalam pemaparannya yang bertajuk Perkosaan: Potret Hukum Pidana RI, beliau membahas tentang bagaimana existing regulations di Indonesia mengatur tindakan kekerasan seksual khususnya Pemerkosaan serta dimana saja areas to improve dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Selain itu, beliau juga menyoroti beberapa hambatan dan tantangan dari segi pelaporan hingga penuntutan kasus Pemerkosaan, hingga pluralisme hukum yang ada di Indonesia.
Kemudian, pemaparan ketiga disampaikan oleh Nur Laila Hafidhoh selaku Direktur Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM. Dalam pemaparannya yang berjudul Hambatan Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi COVID-19 tersebut, beliau mengemukakan tentang situasi kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, terus meningkat di tingkat nasional maupun daerah. Selain itu, beliau juga menjelaskan terkait hambatan-hambatan tertentu yang dihadapi oleh Korban maupun Pendamping dalam penanganan kasus kekerasan seksual di era pandemi.
Selanjutnya, pemaparan keempat disampaikan oleh Margareth Robin K, S.H., M.H. selaku Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Dalam pemaparannya yang berjudul Pemenuhan Akses Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan tersebut, beliau menyampaikan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, beliau juga menjelaskan terkait hambatan dan tantangan di tataran implementasi.
Terakhir, pemaparan kelima disampaikan oleh Dr. Desy Meutia Firdaus selaku Asisten Deputi Koordinasi Penegakan Hukum Kemenko Polhukam RI. Dalam pemaparannya yang berjudul Penegakan Hukum Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia tersebut, beliau menyampaikan tentang masih adanya gap antara kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dengan yang sampai diakses atau ditangani oleh Pemerintah. Adapun, menurut beliau, politik hukum di Indonesia telah mulai berorientasi kepada perspektif korban. Akan tetapi, dalam realitanya masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya.
Setelah seluruh Pembicara telah menyampaikan materinya, acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Tanya Jawab yang mengundang antusiasme tinggi dari Peserta yang hadir. Kedepannya, diharapkan Indonesia dapat terus melakukan penelaahan dan perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada agar menginternalisasi prinsip-prinsip CEDAW. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terbaik kepada perempuan korban kekerasan seksual. Terakhir, disampaikan pula bahwa penekanan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) merupakan salah satu kunci improvement tersebut.
Sumber : Roshinta N