Pada hari Rabu tanggal 19 Mei 2021, Pusat Studi Wnaita menyelenggarakan Diskusi Piblik dengan tema “Pro Kontra Skb 3 Menteri Terkait Dengan Aturan Seragam: Perempuan Dan Keindonesiaan”.
dengan 5 pemateri yaitu Alissa Wahid dari Jaringan Gusdurian, Dr. Suzanna Eddyono dari FISIPOL UGM, Kyai Dr. Imam Nahe’i merupakan Komisioner KOMNAS PEREMPUAN, Mahaarum Kusuma Pertiwi S.H., M.A., M.Phil. dari Fakultas Hukum UGM dan Achmad Munjid, Ph.D dari Fakultas Ilmu Budaya UGM, sedang moderator adalah Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR)., Ph.D. dari Fakultas Hukum UGM.
Memurut Kyai H Imam Nahe’I (Komnas Perempuan): sebuah kebijakan termasuk diskiriminatif atau tidak dengan 3 Kriteria yaitu kriteria prinsip dimana kebijakan tersebut mengandung Prinsip Keadilan, prinsip Pengayoman dan kemanusiaan, dan prinsip NKRI. Yang ke dua kriteria yuridis dimana keseuaian jenis hierarki dan materi muatan, kewenangan perda, relevansi acuan yuridis, kemutahiran yuridis, kelengkapan dokume, yang ke tiga kriteria substansi dimana harus menmpunyai kesesuaian antara isi dan tujuan, kejelasan subjek dan objek pengatur, kejelasan prosedur dan birokrasi, kedayagunaan dan hasil daya guna
lanjut Imam Nahei ada beberapa cara Percepatan Pencegahan dan Penanganan yang harus dilakukan yaitu SKB 3 Menteri tahun 2021 tentang yang salah satu poinnya meminta Daerah merevisi kebijakan dalam waktu 30 hari, RPP tentang penyelenggaraan Evaluasi Peraturan Daerah, Mekanisme Sistematis Koordinasi K/L Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengawasan Daerah, Prinsip Non Diskriminasi dalam Pendidikan Nasional Aparatur , Perubahan Persidangan Berkas Judicial Review di Mahkamah Agung
pemantik diskusi yang ke dua adalah Suzanna Eddyono, menurutnya Jilbab tidak boleh dilarang tetapi juga tidak boleh dipaksakan. Pendidikan ada dualism yaitu di bawah kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama RI. Difokuskan pada sekolah negeri. Aspek ke Indonesiaan Kecenderungan “jilbab harus dipakai” ada hukuman, stigmatisasi, misrekognisi, marjinalisasi, eksklusi sosial (jika tidak mau pakai jilbab silahkan pindah)
Negara harus hadir untuk melindungi warga negaranya, dan tidak adanya pembiaran. Negara Indonesia adalah negara pancasila & bukan negara agama apapun, Meng-Indonesiakan orang Indonesia “yang seperti apa?” yang bagaimana? Sekolah umum idealnya bisa menjadi ruang anak untuk belajar perbedaan
sedangkan menurut Mahaarum Kusuma Pertiwi: SKB Mendikbud, Mendagri, Menag (02/KB/2021; 025-199 Tahun 2021; 219 Tahun 2021) yaitu Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
ISI SKB diantaranya adalaj PERTAMA: Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut: Tanpa kekhasan agama tertentu; atauDengan kekhasan agama tertentu, Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KEDUA: Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu. KETIGA: Dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA, Pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu. KEEMPAT: Pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah sesuai dengan kewenangannya wajib mencabut peraturan, keputusan, instruksi, kebijakan, atau imbauan tertulis terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang dikeluarkan oleh kepala daerah dan/atau kepala sekolah yang bertentangan dengan Keputusan Bersama ini paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Keputusan Bersama ini ditetapkan. KELIMA: Dalam hal pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah tidak melaksanakan ketentuan dalam Keputusan Bersama ini: Pemerintah daerah memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberikan sanksi kepada bupati/wali kota berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kementerian Dalam Negeri Memberikan sanksi kepada bupati/wali kota berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya dalam hal gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud ; Memberikan sanksi kepada gubernur berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundan—undangan. KEENAM: Ketentuan dalam Keputusan Bersama ini dikecualikan untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang beragama Islam di Provinsi Aceh sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintah Aceh.
Dibatalkan oleh MA dengan Putusan Nomor 17 P/ HUM/ 2021 karena Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi:Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 UU 23/2014 (Pemda); Pasal 1 angka 1 UU 23/2002 (Perlindungan Anak); Pasal 1 angka 1 dan 2 UU 12/2011 (PPP); Pasal 1 angka 1 dan 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) UU 20/2003 (Sisdiknas)
dalam sesi berikutnya giliran Alissa Wahid dari jaringan gusdurian memberikan ulasan Melengkapi aspek memulai dari bercerita bahwa ada Kantor Berita Asing dihubungi oleh Kementerian Agama terkait dengan aturan berbusana di lingkungan kementerian Agama. Ada persoalan atas nama agama. Boleh masuk fakultas Kedokteran jika hafal Al Quran yang disetarakan seperti atlet.
Lansekap keberagaman dalam ekosistem pendidikan seperti Kasus kewajiban pakaian khusus keagamaan, Kasus pelarangan pakaian khusus keagamaan, Kecenderungan favoritism atas nama agama: beasiswa, fasilitas khusus dll, Intimidasi & tekanan sosial dalam ekosistem sekolah, Diskriminasi halus maupun terang. Adanya pembatalan SKB 3 menteri membawa dampak diantaranya pertama Perkembangan paham keagamaan. Kedua Dinamika Otonomi Daerah diamana Otonomi Daerah tidak mengatur tentang agama, tetapi kemudian yang terjadi maka daerah berlomba-lomba membuat kebijakan tentang agama. Ketiga Penegakan Hukum dan yang ke empat Demokrasi & Mayoritarianisme.
Sedangkan dari sisi arus paradigma Praktek beragama yang substantive-inklusif dan Praktek beragama yang eksklusif-legal formalistik. Di agama ditafsirkan adalah mutlak maka Sangat penting untuk bicara ruang isu yg lebih besar. Penyelarasan Relasi Agama dan Negara, Agama dan Politik, Agama dan Hukum, Agama dan Layanan Publik, Agama dan Ekspresi Publik. Moderasi Beragama dalam Kementerian Agama Cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan Penting bagi pengelola sekolah negeri.
beliau juga mengutip kata Kata Gus Dur “”Tidak boleh ada pembedaan kepada setiap awarga negara Indonesia berdasarkan agama, bahasa Ibu”.
sumber : Niken H