Pada hari kamis, 14 Januari 2021, Fatayat NU Webinar Sosialisasi RUU PKS dan Konsolidasi Gerakan Badan/Lembaga Otonom NU dengan tema “Memperkuat Sinergi Nahdiyyin mengawal RUU PKS”.” Acara ini diisi oleh 3 (tiga) narasumber, yaitu Dr. Maria Ulfa selaku Komisioner Konas Perempuan, Asni Damanik selaku Aktivis di LBH APIK, dan Wahidah Suaib, M.Si selaku Koordinator bidang Politik, Hukum dan Advokasi PP Fatayat NU, serta Keynote Speech oleh I Gusti Ayu Bintang Darmawati, SE., M.Si Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Menurut Dr. Maria Ulfa “Urgensi RUU PKS dikarenakan menurut data komnas perempuan tahun 2011 hingga 2019 tercatat 46.698 kasus, berupa 9.039 kasus perkosaan, 2.661 kasus pelecehan seksual dan 91 kasus cyber crime bernuansa seksual; data tersebut adalah yang dilaporkan diyakini bahwa masih banyak kasus yang tidak terlopor, hal tersebut menunjukan tiadanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan, bahkan telah terjadi pembiaran oleh negara oleh karena itu sangat urgen RUU PKS tersebut di syahkan. RUU tersebut diharapkan akan memastikan akses keadilan bagi korban kekerasan seksual, Memastikan perlindungan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual; Memastikan tidak terjadi keberulangan tindak kekerasan seksual. Pengalaman perempuan korban kekerasan menunjukan bahwa kekerasan seksual tidah hanya berupa pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, termasuk juga beragam bentuk perkosaan seperti penetrasi melalui oral atau memasukan jari, tangan, bahkan benda-benda ke dalam vagina. Selain itu berbagai bentuk Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS). Berbagai bentuk kekerasan seksual tersebut dialami oleh perempuan dewasa, anak perempuan dan anak penyandang disabilitas, Dalam kitab KUHP hanya mengenal istilah perkosaan, pencabulan dan persetubuhan. Tindak pidana perkosaan dalam KUHP perumusannya tidak mampu memberikan perlindungan pada perempuan korban kekerasan seksual hingga mereka tidak dapat menuntut keadilan, untuk memastikan akses keadilan bagi perempuan solusinya adalah RUU PKS sebagai Prolegnas 2021 segera dapat dibahas dan disahkan, oleh karena itu strategi yang perlu dilakukan yaitu, loby dengan DPR RI, Pemerintah seta Lembaga pengambil Kebijakan, Lembaga Keagamaan, serta melakukan Sosialisasi terkait RUUPKS sehingga menyadarkan, menggerakan partisipasi masyarakat”.
Lembaga APIK menyampaikan bahwa RUU PKS ini usulan dari jaringan organisasi2 penamping kasus2 kekerasan seksual, kita tau kekerasan seksual seperti fenomena gunung es, kenapa RUU diusulkan data kasus LBH APIK Jakarta tahun 2020 menerima 1178 kasus, Data Komnas Perempuan th 2019 (Cathu 2020) 431.471 Kekerasan terhadap Perempuan, selain hal tersebut substansi Hukum (hukum materiil dan formil) belum maksimal mengatur bentuk Kekerasan seksual yang terjadi saat ini dan belum memahami hak-hak korban dalam proses peradilan. Sistem pemidanaan selama ini belum bisa membuat pelaku kekerasan seksual menyadari pebuatannya sehingga pelaku mengulangi perbuatan yang sama setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
Wahidah Suaib, M.Si menjelaskan Pengawalan Masyarakat Sipil dalam Advokasi RUU PKS dan Peran Fatayat NU: Lika liku perjalanan RUU PKS dimulai dari tahun 2015 dimana Komnas Perempuan bersama 130 Forum melaksanakan kegatan diskusi dan konsultasi publik tentang Kekerasan Seksual, menyusun Naskah Akademik dan Draf RUU tentag melibatkan elemen masyarakat sipil, Akademisi, praktisi hukum, legislatif, eksekutif dan lain sebagainya. Sehingga pada tahun 2016 terbentuklah Jaringan Advokasi RUU PKS yang diinisiasi oleh Komnas Perempuan, Forum Pengadaan Layanan, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, sehinnga pada 6 April 2016 DPR sepakat mamasukan RUU PKS sebagai Prolegnas Prioritas 2016 dan menjadi RUU inisiatif DPR. Pada tahun 2017 DPR sepakat membahas RUU PKS di Komisi VIII, september 2016 terbentuklan panja RUU PKS di Komisi VIII DPR RI. Tahun 2018 mendapat penolakan RUU PKS oleh Fraksi PKS di DPR RI, Tahun 2015 -1019 DPR RI tidak berhasil mengesahkan RUU PKS menjadi Undang-undangan, status RUU PKS Tidak Caary Over sehingga pengusulan pada periode yang akan datang dimulai lagi dari awal. Tahun 2020 RUU PKS masuk Prolegnas Prioritas 2020. Komitmen Fatayat NU memperjuangakan RUU PKS adalah implementasi dari Nilai-nilai islam, Alqur’an dan hadist. Visi Misi fatayat NU yang berkomitmen memperjuangkan kemanusian, kesetaraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanah Kongres ke 15 Fatayat NU tahun 2015 untuk memperjuangakan aturan hukum penghapusan kekerasan Sekseual dan kekerasan terhadap perempuan. Fatayat NU juga telah melakukan langkah-langkah Advokasi diantaranya dengan bergabung dalam Pokja Advokasi RUU PKS, Deseminasi dan Kampanye Publik, Lobi kepada DPR dan Pemerintah, menginisiasi pembahasan RUU PKS di lingkungan PBNU.