SEMIAR NASIONAL “KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI INDONESIA”
pada hari Selasa 24 Mei 2016 yang bertempat di University Club (UC) Universitas Gadjah Mada
acara dibuka dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dilanjutkan do’a kemudian Sambutan dari ketua panitia Drs. Soeprapto, SU.
Sambutan berikutnya dari Wakil Rektor Bidang P2M dianjutkan
PROF.Dr. SURATMAN, M.Sc
Selama ini perempuan selalu dianggap sebagai objek dari pembangunan, padahal sudah sangat lama ditemukan bukti bahwa perempuan sudah berhasil menjadi subjek dari pembangunan, sehingga istilah “Pemberdayaan Perempuan” sudah tidak coock lagi untuk digunakan, karena yang lebih cocok adalah “Peningkatan Keberdayaan Perempuan”.
Dewasa ini, perjuangan panjang kaum perempuan masih menghadapi banyak kendala atau kontroversi. Kendala atau kontroversi tersebut dapat berasal dari faktor eksternal maupun dari faktor internal. Begitu pula Permasalahan anak sudah berada di warna kuning menjelang merah, ada LGBT, narkoba, macam-macam. Anak dijadikan aset bangsa sehingga harus ada kongres anak dan juga ada riset anak,
“Kerja adalah konsep bangsa, pada akhirnya akan bermuara ke Indonesia hingga ke dunia pada konsep global”, Tegas Prof. Suratman.
sebagai tanda dimalainya acara seminar tersebut maka dilakukan pemukulan Gong.
KEYNOTE SPEECH
Kualitas hidup perempuan di satu dasawarsa terakhir sudah membaik, perempuan Indonesia adalah sumber daya potensial yang apabila diberi kesempatan akan maju dan meningkatkan kualitasnya secara mandiri dan menjadi penggerak dalam dimensi kehidupan dan pembangunan bangsa. Namun Masih ada fakta kurang menyenangkan bagi perempuan seperti masih tinggi tingkat kekerasan pada perempuan, kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki, terbatasnya akses sebagian besar perempuan thdp fasilitas kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kurangnya peran perempuan dalam lembaga publik yang lebih luas (seperti partisipasi di bidang politik dan jabatan strategis di bidang pemerintah) Dan Ketika perempuan menjadi pemimpin apakah mereka akan memiliki keberpihakan kepada perempuan? Inilah tantangan yang harus dijawab oleh perempuan di berbagai bidang masing-masing. Secara kultural, perempuan masih dibelenggu oleh budaya patriarki, perempuan di sektor domestik, laki-laki disektor publik. Akses dan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan masih rendah.
Akibatnya dalam politik laki2 masih mendominasi, sehingga dalam menyusun perundangan belum banyak berpihak pada perempuan. Tantangan harus dijawab dengan dialog bersama kelompok laki2 dalam pembangunan permberdayaan perempuan dan anak. Sehingga persoalan perempuan merupakan persoalan bersama perempuan maupun laki2.
Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN
Tantangan global ke depan adalah begitu cepatnya perubahan zaman yang sangat dinamis, sehingga dibutuhkan peran wanita untuk menghadapi permasalahan global, seperti magine comunity, sehingga diperlukan kepemimpinan yang tangguh. sedangkan Pengertian kepemimpinan yakni suatu proses untuk mencapai tujuan bersama.
Banyak perempuan yang telah menduduki jabatan sebagai pemimpin, akan tetapi Untuk tampil sebagai pemimpin ada hambatan yang seolah-olah tidak terlihat tetapi dalam kenyataannya merintangi akses dalam menuju kepemimpinan puncak antara lain Isu gender dan ketidakadilan (di Indonesia gender belum memiliki padanan kata, sehingga tetap digunakan) sifatnya melekat dan dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Manisfestasi ketidakadilan gender à kemiskinan ekonomi, misal: dg alih fungsi lahan bisa menggunakan tenaga perempuan, di daerah upah untuk perempuan lebih rendah (penggajian yang tidak equal), subordinasi, pembentukan stereotipe, kekerasan, beban kerja lebih karena dianggap itu sudah menjadi kodratnya, sosialisasi ideologi peran gender
Sebagai penutup Prof. Eni menyampaikan
- Fakta menunjukkan bahwa semakin tinggi jabatan kepemimpinan, semakin rendah proporsi perempuan.
- Meskipun belum proporsional, perempuan berpeluang menduduki berbagai posisi pimpinan baik struktural maupun fungsional.
- Yang penting sebetulnya adalah apakah pemimpin tersebut sudah berperspektif gender.
“Maka dari itu Dalam menghadapi tantangan global diperlukan kepemimpinan perempuan yang visioner, berfikir inovatif, mempunyai kemampuan manajemen waktu,membina kerja tim, mengenali dirinya, percaya diri, berperspektif gender”, tegas Pror Eni.
dr. RA. Arida Oetami, M.Kes
kepemimpinan perempuan dalam perspektif kesehatan masyarakat
Dr. Arina menyampaikan bahwa Banyak sekali tantangan di era sekarang, misal kasus kematian ibu. Di tahun 2015 akhir (29%); kasus gizi buruk; masalah penyakit menular dan tdk menular (sekarang cukup banyak); pembiayaan kesehatan; kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (yang paling sulit menghentikan/mengatur tidak merokok di dalam rumah); akses dan mutu pelayanan (saat ini sudah cukup bagus dengan RS dan PUSKESMAS, namun akses masih menjadi perempuanoblem, misal untuk penyandang difabel)
Dalam bidang kesehatan, tenaga kesehatan lebih banyak perempuan di banding laki-laki, di sini perempuan memerankan untuk membuat rekaya sosial.
- Diperlukan satu kepemimpinan yang benar-benar tahu kondisi masyarakat
- Yang seperti apa pemimpin perempuan? Maskulin/tegas/ambisius?
- Kecenderungan gaya kepemimpinan perempuan bagi kesehatan sangat menguntungkan karena melalui hubungan dan keakraban, perempuan cenderung demokratif dan partisipatif, transformasional (percaya, bangga thdp atasan) à kadang perempuan cenderung memilih calon pemimpin laki2 dibanding perempuan, pdhl perempuan jauh lebih bagus
- Komponen kepemimpinan yang transformasional antara lain Motivasi, inspirasional, Keteladanan, Pertimbangan individu,Kolaboratif dan inovatif
- refleksi kepemimpinan perempuan dalam peningkatan perempuan yang telaten, sabar mampu menjadi teladan bagi masyarakat untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat sudah banyak sosialisasi ttg pola hidup bersih dan sehat melalui berbagai komunitas
- implementasi kepemimpinan (perempuan peletak batu pertama bagi anak) maka perempuan juga merangkap peran sebagai pendidik, pengasuh, pendamping, penuntun, pendorong/motivator dalam keluarga, pemuat, pendamping suami, pencari nafkah tambahan
“Kalau menjadi pemimpin harus menjadi pemimpin yang memiliki nilai bagi kesehatan masyarakat”. Tegas dr. Arida
Hj. Surti Hartini, SH., CN.
Kepemimpinan perempuan di bidang pemerintahan
Kendala bagi kaum wanita dari faktor eksternal antara lain :
Sistem sosial (kodrat perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki), Nilai-nilai budaya (perempuan menjadi orang kedua), Sikap laki2 terhadap feminisme (perempuania kebanyakan menganggap perempuan tidak menjadi pesaing, tapi pendamping)
Sedangkan untuk aktor internal atau dari diri perempuan sendiri Kekuatan (ingin menyamai laki2 dan jika perlu melampaui; tekun, jujur, teliti; mempunyai gaya kepemimpinan yang manusiawi juga tegas; dukungan keluarga) kepemimpinan adalah seni untuk mengolah rasa (kerja harus sesuai aturan). Kelemahan (merasa bersalah meninggalkan keluarga [dalam hal ini seorang ibu harus memberi pengertian kepada anak tanpa mengabaikan keperluan anak, seorang pemimpin juga memperjuangkan karir perempuan di belakangnya/anak buahnya] dan memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga [ketika keluar rumah harus beres, misalnya menyiapkan makanan anak-anak] dan mencari nafkah [membantu mencari nafkah, tapi berdasar fakta kini perempuan juga menjadi tulang punggung keluarga, ketika melebihi suami perempuan harus menjaga suami supaya suami tetap dihargai dan tidak disepelekan].
Ir. Hj. Suryati Soeharjo
Kepemimpinan di bidang ekonomi
Untuk menjadi pengusaha yang sukses banyak hal yang perlu di perjuangkan, proses yang panjang dan hambatan besar akan selalu menghadang. Untuk membangun usaha tidak hanya modal/ meteri yang melimpah tap perlu juga memberi pendidikan pada karyawan untuk meningkatkan kompetensi SDM yang ada. Selalu membuat inovasi baru misalnya mempromosikan menu sehat. Tidak menutupkan banyak memberdayakan wanita walupun wanita2 tersebut juga masih harus menyelesaikan tugas domestik.
Dr. Maria Ulfa Anshor
Kepemimpinan Perempuan Indonesia di Masa Depan
– Dari sisi norma, perempuan menjadi pemimpin sudah sangat kuat sekali (dari UUD sangat jelas disebutkan dan dari berbagai UU sudah ada peraturan yang kuat, dan saat ini sedang dibahas UU Desa dimana perempuan sangat memungkinkan untuk masuk). Peluang cukup besar bagi perempuan di 2 pemilu terakhir (2004: UU Parpol yang mengharuskan adanya kuota perempuan, bias saat ada kata “bisa” dalam Parpol). Hambatan bagi perempuan: politik uang yang terjadi di semua level ketika terjadi perempuanoses pemilihan, termasuk saat PEMILU (ditambah lagi masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang perempuan pragmatis)
– proses demokrasi menjadi proses yang sepertinya demokratis, tapi di baliknya ada minus etika politik, sehingga di tahun 2019 harus dikurangi politik uang yang menjadikan demokrasi tidak sehat
– Hambatan ke depan bagi Indonesia: harus ada pendidikan politik yang tuntas, ada pendidikan kewarganegaraan yang baik di sekolah-sekolah, tantangan agama Islam yang bias gender (seperti ada fatwa larangan memilih perempuan. Padahal secara universal, perempuan maupun laki2
– Yang harus dilakukan untuk pemilu ke depan: memperkuat jaringan, memperkuat pendidikan politik utk pemilih pemula